“Designing Livable Future”. Itulah tema dari kuliah umum ‘dadakan’ dari Kang Emil di program studi Arsitektur UGM., Selasa, 24 Mei 2016 lalu. Ditengah panggilan yang mengharuskannya singgah di Jogja, tepatnya di UMY, kerinduannya akan dunia arsitektur dan pendidikan mendorongnya untuk mengadakan Public Lecture.
“Lewat LO-nya di UMY, Pak Ridwan Kamil menghubungi Mbak Nida (ketua KMTA periode 2014) dan minta disiapkan ruangan yang muat 300 orang,” ujar Nauvaldi, yang menjabat sebagai ketua KMTA periode 2016. Persiapan dilakukan dengan cepat, poster disebar di sosial media dan tak disangka, 30 menit sebelum acara dimulai, Ruang K.1 Departemen Arsitektur dan Perencanaan UGM telah penuh dengan orang-orang yang antusias untuk mendapatkan ilmu dari sang Walikota Bandung. Bahkan yang tidak mendapatkan kursi rela duduk bersila di lantai atau berdiri selama dua jam kuliah umum berlangsung. “Dari estimasi 300 peserta, ternyata peserta yang hadir sekitar 500-an.”, tambah Nauvaldi.
Kuliah berjalan dengan seru. Kang Emil banyak membahas tentang leadership dan bagaimana peran seorang arsitek dalam membangun kota. Ia berpendapat bahwa sekarang sudah bukan zamannya lagi untuk pemimpin yang retorik, bombastis dan berapi-api namun tidak mempunyai langkah kongkrit. Pemimpin yang dibutuhkan sekarang adalah pemimpin yang inovatif dan muncul karena determinasi. “pemimpin yang seperti orang kebanyakan, kalau lagi mau beli tiket di bioskop ya tetep nganteri, kalau pergi ke toilet pun juga ngantri.” Ujar Kang Emil.
Tergugah untuk menjadi walikota karena kegelisahannya akan permasalahan-permasalahan di Bandung, Ridwan Kamil aktif mengumpulkan gagasan warga Bandung untuk pembangunan. Ia menggagas platform iuran.id sebagai wadah untuk warga Bandung (bahkan luar Bandung) untuk meng-input ide-ide tentang pembangunan Kota Bandung. Semua ide yang masuk akan disaring dan untuk yang terbaik akan menjadi wallikota selama sehari, bersama dengan Ridwan Kamil dalam segala urusan juga mengambil keputusan. “Semua saya share, kecuali istri saya. Gak boleh.”, candanya, dan tawa pun menyeruak ke seluruh ruangan.
Ia berujar bahwa yang banyak dibutuhkan dalam proses urban design zaman sekarang adalah microspace design, seperti halte atau microlibrary. Melihat kesumpekan di jalanan dan di dalam transportasi umum membuatnya menghasilkan ide yang sederhana namun menyenangkan yang diaplikasikan sebagai elemen pada Halte Bus Alun-Alun Kota Bandung:kursi tunggu berbentuk ayunan gantung. Banyak juga taman-taman tematik yang lahir atas idenya; Taman Skate, Taman Jomblo, Taman Film, dan lain-lain. Sekarang warga bandung punya banyak pilihan tempat untuk menghabiskan weekend-nya, selain di mall. Kebahagiaan-kebahagiaan kecil yang diciptakannya sebagai walikota sekaligus arsitek, beserta program-program kerja yang lain ternyata benar-benar meningkatkan indeks kebahagiaan warga Bandung, yaitu pada tahun 2015 senilai 70,60 dalam skala 0-100.
“Saat kita mendesain kota, kota akan mendesain kita balik. Jangan sampai kita bikin kota yang gak humanis.”, ujarnya. Tentunya dibalik cerita kesuksesan karya-karya Kang Emil di kotanya, banyak kesulitan yang tidak banyak diketahui orang. Proses perealisasian desain tidak semata-mata mudah karena banyak penolakan entah dari warga itu sendiri ataupun dari pihak luar yang sebenarnya tidak benar-benar memahami masalah. Namun hal tersebut diatasi dengan dialog secara berkala.
Kuliah ditutup dengan sesi tanya jawab dan suatu kalimat sederhana yang menggugah; “Saya adalah kamu. Kamu adalah saya. Kalau saya bisa, kamu juga bisa.”
foto yang diunggah ke akun Instagram pribadi Kang Emil.
Tulisan: Putri Maharani. Foto: Novennantia Christa Maharani & Putri Maharani.